Langsung ke konten utama

Kisah Sebungkus Biskuit Cokelat

Sepahit apapun masa lalu, akan ada kisah manis yang terselip di dalamnya.. 

Salah satunya tentang kisah sebungkus biskuit. 

Biskuit. Cemilan yang mudah dibeli di warung, tersedia dengan berbagai merek dan varian rasa. 

Meski tergolong murah, tetapi makanan ini bagiku di masa kecil adalah sang penyelamat untuk mengganjal perut yang lapar. 

Ketika ibu kami tak memiliki uang, dia biasanya berusaha mengorek setiap tas dan dompetnya. Berharap menemukan uang terselip untuk bisa kami belikan makanan apapun. 

Ketika hanya menemukan uang Rp1200, itu sangat berarti bagi kami. Uang itu pas untuk membeli sebungkus biskuit cokelat di warung. 

Saking seringnya membeli biskuit ini, aku sampai hapal jumlahnya. Ada yang berjumlah 12 kadang 11. Aneh juga, kenapa pabrik biskuit itu bisa mengeluarkan produk dengan jumlah yang berbeda-beda. 

Jika jumlahnya 12, maka kami sekeluarga masing-masing bisa mendapat 3 biskuit. Tetapi kalau kebetulan dapat berjumlah 11, ini yang agak rumit. 

Kami masing-masing mendapat 2 biskuit, kemudian 3 yang tersisa harus dipotek agar semua kebagian sama rata. 

Hanya untuk urusan makan, kami harus dapat jatah dengan adil. Sejak kecil, aku dilatih oleh keadaan agar terbiasa saling berbagi dengan kedua kakakku. 

Ketika menjalankan kehidupan di masa itu, aku sering merasa sedih. Menganggap kehidupanku tak seberuntung anak lain yang bisa makan tanpa kesulitan. Semua tersedia dengan cukup. 

Ya, kala itu, Makan jadi suatu hal yang mewah untukku. Maka itu, aku tak pernah memilih-milih makanan. Apa yang disediakan ibuku, itulah yang aku makan. Paling penting, perutku bisa terisi. 

Meski demikian, ibuku tetap mengusahakan agar aku dan kedua kakakku bisa makan enak. Setiap kali uang pensiun ayahku keluar, ibuku pasti menyiapkan lauk yang kami anggap mewah kala itu seperti ayam dan daging. 

Meski masak dengan jumlah sedikit, ibuku tetap ingin anak-anaknya sesekali merasakan makanan enak. 

Nah, pengalaman berbagi sebungkus biskuit tersebut jadi pelajaran berharga untukku hingga saat ini. 

Mengingatkan betapa aku harus bersyukur dengan nikmat sekecil apapun. Semua yang diterima dengan rasa syukur kepada Tuhan, pasti akan terasa nikmatnya. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keuntungan Suka Pakai Celana Cutbray

sumber: tumblr.com  Dunia fashion emang nggak ada matinya. Walaupun jaman berubah tapi fashion berputar alias selalu ada fashion item yang kembali hits lagi walau bukan pada masanya, kayak celana cutbray. Celana dengan potongan lebar dari lutut hingga mata kaki ini adalah simbol kegaulan  anak muda di tahun 70 an tapi  kemudian banyak juga anak muda 2017 yang berseliweran dengan celana ini. Berikut adalah keuntungan bagi kamu yang suka pakai celana cutbray. Menurut ilmu ngasal saya tentunya hahaha…          Hemat pengeluaran sumber: google.co.id Yapp, keuntungan yang pertama jika kamu suka pakai celana cutbray adalah hemat. Karena, kamu bisa aja pinjem celana cutbray ortu kalian pas jaman muda yang mungkin masih tersimpan dengan apik di gudang ataupun lemari mereka. so, kalian nggak usah ngeluarin duit buat beli celana cutbray di mangdu dan kualitas ke- retro-an nya tetap terjaga tentunya.  Adem sumber: in...

CONTOH ARTIKEL TENTANG MEDIA CETAK

Eksistensi Media Cetak di Indonesia Oleh: Lintang Tribuana Widya Wardani                      Sebelum hadirnya radio, televisi, dan internet, media cetak merupakan media massa tertua yang hadir untuk memberikan beragam informasi kepada khalayak. Surat kabar pertama di dunia yaitu “ Acta Diuma ” terbit pada tahun 59 SM di Roma, pada zaman Julius Caesar. Surat kabar tersebut berisi kebijakan – kebijakan kaisar, pengumuman resmi, dan informasi penting lainnya. Pada masa itu surat kabar tersebut masih berupa tulisan yang diukir pada logam atau batu.                      Pada abad 19 saat perang Utara dan Selatan yang membagi Amerika, media cetak mulai diproduksi massal untuk dijual atau bahkan dierikan secara gratis untuk alat propaganda saat berperang. Kemudian mulai berkembang j...

Balas Dendam

Balas dendam, bukankah itu hal yang konyol? Repot-repot memikirkan kesalahan atau perbuatan orang lain yg kurang menyenangkan kita di masa lampau, untuk kemudian melalukan hal setimpal.. Entah..Aku kadang bingung dengan diriku sendiri Menjilat ludah sendiri!!  Aku menghardik diriku sendiri yang tak konsisten dengan pendirian itu. Kini aku balas dendam.. Kalau boleh aku membela diri, balas dendamnya tak seberapa. Hanya perkara kecil.  Aku sepertinya berani bertaruh, orang itu bahkan tak tahu kalau aku sedang membalas dendam kepadanya.  Maafkan aku yang belum bisa menerima keadaan. Aku manusia biasa. Klise memang, tapi itulah adanya. Setidaknya aku biarkan kamu menjalani kehidupan yang bahagia. Kehidupan yang kamu kehendaki. Kehidupan yang mungkin jadi anganmu selama ini.  'Pindah berkala. Rumah ke rumah' itu petikan lirik lagu Hindia, yang tampaknya harus aku pahami sekali lagi.  Hidup ini memang tempat belajar bukan? Maklumi aku yang masih harus berusaha mengikh...